Tata Cara Pelaksanaan Haji – Calon jamaah haji apabila mendekati miqat dianjurkan untuk mencukur kumisnya, memotong rambut dan kukunya, mandi atau berwudhu, memakai wangi-wangian dan memakai pakaian ihram. Ihram ini merupakan rukun. Karena itu, ibadah haji tidak sah tanpa melakukannya.
Adapun menentukan jenis ibadah haji baik ifrad maupun qiran bukanlah fardhu. Jika menyebutkan niat dan belum menentukan jenis Ibadah yang khusus, sah ihramnya dan boleh melakukan salah satu jenis tiga ibadah itu.
Tata Cara Pelaksanaan Haji – Ihram
Tata Cara Pelaksanaan Haji – Ihram disyariatkan mengucapkan talbiyah dengan suara yang keras. Kemudian bertalbiyah setiap kali naik ke tempat tinggi atau menuruni lembah, bertemu dengan rombongan atau seseorang, diwaktu dini hari dan setiap selesai shalat.
Orang yang ihram harus menjauhi jima, bertengkar dengan teman dan orang lain, berdebat tentang sesuatu yang tidak berfaedah, tidak menikah dan menikahkan, menjauhi pakaian kurung dan berjahit, serta sepatu yang menutupi yang diatas dua mata kakinya.
Dia dianjurkan untuk tidak menutup kepalanya, tidak memakai wangi-wangian, tidak mencukur rambut, tidak menggunting kuku, tidak menyerang binatang, dan tidak merusak pepohonan serta rerumputan yang ada di tanah haram.
Tata Cara Pelaksanaan Haji – Jika memasuki Makkah Al-Mukarramah dianjurkan agar memasukinya dari sebelah atasnya setelah mandi di sumur Dzi Thuwa dan di Zhahir. Hal itu jika ia mudah melakukannya.
Kemudian menuju Ka’bah lalu memasukinya dari “Babussalam” sambil membaca doa masuk masjid, sambil memelihara adab-adab masuk, selalu memelihara kekhusuan, ketawaduan dan talbiyah.
Jika matanya tertuju ke Ka’bah, angkatlah kedua tangannya dan mohonlah kepada Allah SWT dan karunia-Nya, dan membaca doa yang dianjurkan pada masalah itu.
Mengarahkan kepala ke Hajar Aswad, menciuminya tanpa mengeluarkan suara, atau mengusapnya dengan tangan. Jika tidak bisa, cukup berisyarat kepadanya.
Kemudian berdiri dengan sandalnya dan mengucapkan doa yang dianjurkan, doa-doa yang ma’tsur kemudian melaksanakan thawaf. Selain itu, dianjurkan untuk beridhtiba’ (melipatkan kain ihram) dan berjalan cepat pada putaran tiga yang pertama.
Berjalan dengan tenang pada putaran yang empat yang tersisa. Disunatkan mengusap Rukun Yamani, mencium Hajar Aswad dalam setiap putaran.
Tata Cara Pelaksanaan Haji – Apabila selesai dari Thawaf, maka menghadap ke Maqam Ibrahim sambil membaca firman Allah SWT.
وَٱتَّخِذُوا۟ مِن مَّقَامِ إِبْرَٰهِۦمَ مُصَلًّۭى
Lalu shalat dua rakaat thawaf, kemudian mendatangi zam-zam. Minum airnya dan mengambil darinya. Setelah itu, mendatangi Multazam lalu berdoa kepada Allah SWT dengan sesuka hatinya mulai dari kebaikan dunia hingga akhirat. Kemudian mengusap Hajar Aswad dan menciumnya. Lalu keluar dari pintu Shafa ke Marwah sambil membaca firman Allah SWT.
إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِ
Selanjutnya naik ke atasnya sembari menghadap Ka’bah, berdoa dengan doa yang ma’tsur, kemudian turun sambil berjalan dalam sa’i dengan terus berzikir dan memanjatkan doa yang ia sukai.
Apabila telah sampai antara dua mil, hendak dia berlari kecil, kemudian kembali berjalan dengan tenang sampai tiba di Marwah. Lalu naik ke atasnya dan menghadap ke Ka’bah, sambil berdoa dan berzikir. Ini merupakan putaran pertama. Ia harus melakukan itu sampai sempurna tujuh putaran.
Ini adalah sa’i yang wajib menurut pendapat terkuat. Orang yang meninggalkannya, semua maupun sebagiannya harus membayar Dam.
Jika yang ihram ini melaksanakan Haji Tamatu’, maa ia mencukur habis rambut kepalanya, atau memotong sedikit setelah sa’i ini. Dengan demikian, maka umrahnya sempurna, sehingga hal-hal yang tadinya dilarang baginya akan menjadi halal untuk dilaksanakan.
Adapun haji qiran dan ifrad, maka hal itu tetap berdasarkan ihram keduanya.
Tata Cara Pelaksanaan Haji – Pada hari kedelapan Dzulhijjah, orang yang haji Tamatu’, berihram dari tempat tinggalnya, bersama yang lain sampai Mina. Lalu bermalam ditempat itu.
Apabila matahari telah terbit, ia berangkat ke Arafah dan singgah di masjid Namirah. Ia mandi, shalat Zuhur dan ashar dengan cara dijama’ taqdim bersama imam dengan cara mengqashar shalat. Jika tidak, dia bisa shalat jama dan qashar sesuai dengan kemampuannya.
Dia tidak memulai wukuf di Arafah, kecuali setelah matahari condong ke barat. Lalu wukuf di Arafah di sisi baru besar atau dekat darinya. Inilah tempat wukuf Nabi Muhammad SAW.
Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang paling besar. Tidak disunatkan dan tidak ada keharusan menaiki Jabal Rahmah. Menghadap kiblat, mulai berdoa, berzikir dan berdoa sepenuh hati sampai tiba waktu malam.
Apabila tiba waktu malam, maka jamaah haji berangkat ke Muzdhalifah lalu shalat Maghrib dan Isya dengan cara dijama’ ta’khir serta menginap disana.
Bila terbit fajar, maka jamaah haji berdiri di Mas’aril haram setelah shalat, berzikir kepada Allah dengan banyak sampai datang waktu Shubuh. Lalu berangkat setelah mendatangi jamarat menuju Mina.
Wukuf di Mas’arail haram itu hukumnya wajib. Jamaah haji yang meninggalkannya harus membayar Dam. Namun, ada pendapat yang mengatakan bahwa wukuf di Masyaril Haram itu hukumnya sunnah. Karena itu, jamaah haji yang meninggalkannya tidak mesti membayar Dam.
Setelah matahari terbit, dia melempar jumroh aqabah dengan tujuh lemparan kerikil. Kemudian menyembelih hewan kurbannya, jika memungkinkan dan menggunduli atau mencukur sebagian rambutnya. Dengan mencukur, maka dia boleh melakukan segala hal yang tadinya haram, kecuali menggauli istrinya.
Kemudian kembali ke Makkah, lalu Thawaf Ifadah yang merupakan Thawaf Rukun. Kemudian dia melakukan Thawaf Qudum.
Thawaf ini juga dinamakan dengan Thawaf Ziarah. Jika orang berhaji Tamatu’, maka dia melakukan sa’i setelah thawaf ini. Jika melakukan Ifrad atau qiran dan dia telah melakukan sa’i saat datang, maka tidak perlu lagi sa’i yang lain menurut pendapat yang rajih yang berbeda pendapat ulama madzhab Hanafi.
Setelah melakukan Thawaf ini, maka jamaah haji boleh melakukan segala sesuatu yang tadinya haram, termasuk menggauli istrinya. Kemudian kembali ke Mina lalu menginap di sana. Menginap di Mina hukumnya wajib.
Dengan demikian, meninggalkannya berarti harus membayar Dam. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa menginap di Mina itu hukumnya sunnah.
Apabila matahari bergeser ke barat dari hari kesebelas Dzulhijjah, maka jamaah haji melempar jumroh yang ketiga. Caranya sambil memulai jumroh berikutnya (Mina) kemudian melempar jumroh Wustha.
Jamaah lalu wukuf setelah melempar, berdoa dan berzikir, kemudian melempar jumroh aqabah dan tidak berhenti disana.
Melempar jumroh harus dengan tujuh lemparan sebelum terbenam dan melakukan lagi pada hari yang kedua belas seperti itu. Kemudian dia bisa memilih antara berangkat ke Makkah sebelum terbenam hari kedua belas dan antara menginap dan melempar pada hari ke tiga belas.
Melempar jumroh hukumnya wajib. Meninggalkannya wajib membayar Dam. Waktu yang dianjurkannya telah disebutkan. Waktu yang dibolehkan setiap hari tasyrik.
Apabila kembali ke Makkah dan ingin kembali ke negaranya, maka jamaah haji perlu melakukan Thawaf Wada’ jika dia bisa kembali lagi dan belum melewati miqa. Jika tidak, maka ia harus menyembelih kambing.
Dapat diambil kesimpulan dari semua yang telah lewat uraiannya, bahwa pekerjaan haji dan umrah ialah ihram dan miqat, thawaf, sa’i, dan menggunduli atau mencukur sebagian rambut kepala yang menunjukkan bahwa telah berakhir pekerjaan umrah.
Kalau ibadah haji, maka tinggal ditambahkan dengan wukuf di Arafah, mabit (menginap) di Muzdalifah, melempar jumrah, mabit di Mina, menyembelih serta menggunduli atau mencukur sebagian rambut kepala.