Masjid Nabawi terletak di madinah bagian timur, di atas sebidang tanah dengan panjang 35 meter dan lebar 30 meter. Luas bangunan masjid nabawi 1050 meter persegi. Pondasinya dari bebatuan dan dindingnya dari bata putih yang belum dibakar (semacam batako). Tiang-tiangnya dari batang kurma, sedangkan atapnya dari pelepah dan kurma.
Sejarah Masjid Nabawi Madinah
Beberapa Penambahan Masjid Nabawi Madinah
Masjid Nabawi – Tahun 4 Hijriah setelah Perang Khaibar, Rasulullah SAW melakukan penambahan dibagian timur, barat dan utara dengan total penambahan 1540 meter.
Karena itu, luas bangunan masjid nabawi menjadi 2500 meter persegi. Masjid Nabawi berbentuk segiempat dengan panjang setiap sisi 52 meter.
Tahun 17 Hijriah Umar bin Khattab melakukan penambahan 5 meter di sebelah selatan, 15 meter di sebelah timur dan 10 meter.
Alhasil, masjid nabawi ini memiliki panjang 70 meter, lebar 60 meter dan luas 4200 meter persegi, seluas rata-rata bangunan masjid di Mesir saat itu.
Umar bin Khattab membangunnya dengan bahan-bahan batako dan pelepah kurma, sedangkan tiang-tiangnya terbuat dari kayu.
Tahun 39 Hijriah Utsman bin Affan melakukan renovasi bangunan dengan penambahan di bagian-bagian utara, barat dan selatan sepanjang 496 meter.
Pondasinya terdiri dari bebatuan dan kerikil, sedangkan tiangnya merupakan bebatuan yang dimasukkan ke dalam sela-sela pancangan besi dan direkatkan oleh cairan timah. Rangka atap terbuat dari kayu jati.
Tahun 88 Hijriah Khalifah Walid bin Abdul Malik memerintahkan Wali Madinah, Umar bin Abdul Aziz, untuk memperbaharui masjid. Dia lalu memperbaharui masjid itu, termasuk ruang-ruang para istri Rasulullah SAW.
Penambahan terjadi di bagian timur, barat dan utara sepanjang 2369 meter. Pembangunan pondasi dilakukan dengan bahan bebatuan di sela-sela tiang besi dan campuran timah.
Tahun 161 Hijriah Khalifah Al-Mahdi dari Dinasti Abbasiyah menambahkan 2450 meter di sebelah selatan dan selesai tahun 165 Hijriah.
Tahun 879 Hijriah Raja Qaitbay merenovasi mesjid secara besar-besaran pada atap-atap, tiang-tiang, dinding-dinding dan menara-menaranya. Dia menambahkan panjang 120 meter di sebelah selatan dan timur.
Pada malam 13 Ramadhan 886 Hijriah, langit mengeluarkan petir yang dahsyat dan menyambar bagian menara masjid, tempat muadzin mengumandangkan adzan.
Akibatnya, bagian itu hancur yang merambat ke atap masjid hingga dinding-dindingnya.
Bahkan sampai merobohkan sejumlah tiang masjid. Karena itu, Raja Qaitbay merenovasi mesjid yang menghabiskan dana sejumlah 60.000 junaih Mesir.
Tahun 980 Hijriah Sultan Salim II mendirikan sebuah mihrab di sebelah barat mimbar Nabi di batas asli masjid di arah kiblat.
Pada Tahun 1265 Hijriah Sultan Abdul Majid bin Murad Al-Utsmani mengeluarkan intruksi untuk membangun mesjid dengan pembangunan yang mencakup keseluruhannya selain kamar (maqshurah).
Sebagian tembok yang pondasinya bagus dan mengganti tiang-tiang lama dengan tiang yang lebih bagus.
Serambi Masjid sebelah utara dan timur diperluas dan dijadikan dua serambi pengganti yang tiga. Yang di sebelah barat dijadikan tiga serambi pengganti yang empat.
Mereka yang membangun menambah dua serambi di arah selatan yang berada di depan halaman masjid, ditambahkan hal yang lain. Pembangunan itu selesai tahun 1277 Hijriah selama 12 tahun.
Biayanya mencapai 750.000 Junaih Majidi. Dengan penambahan ini, luas mesjid menjadi 4 afnidah 12.600 meter persegi.
Pada hari Jumat 11 Ramadhan Tahun 1370 Hijriah bertepatan dengan 15 Juni 1950 Masehi.
Raja Abdul Aziz bin Abdul Rahman dinasti Suud mengeluarkan intruksi untuk membangun Masjid Nabawi dengan lengkap dan melakukan perluasan.
Pelaksanaannya dimulai pada 10 Juli 1951 Masehi. Rumah-rumah yang mengelilingi masjid dihancurkan setelah dibebaskan dengan harga 115.000 Junaih emas.
Peletakan batu pertama dilakukan pada bulan Rabiul Awal tahun 1372 Hijriah bertepatan dengan bulan November tahun 1952 Masehi.
Pekerjaan ini selesai pada sore hari 6 Rabiul Awal 1375 Hijriah bertepatan dengan 22 Oktober 1995 Masehi. Biayanya mencapai 50 juta riyal saudi setara dengan 5 juta junaih mesir.
Dengan pembangunan dan penambahan ini, maka luasnya menjadi 18.624 meter persegi, yaitu setara dengan 4 afnidah dan 10 qirath dan 10 busur.
Serambi sebelah utara menjadi lima buah dan masing-masing 3 buah di sebelah timur, tengah dan barat. Pintu Masjid menjadi 10 buah yaitu :
- Babussalam di sebelah barat daya
- Babushshiddiq di sebelah utaranya.
- Baburrahmah di bagian sepertiga tembok sebelah barat
- Bab Suud di sebelah utaranya
- Bab Umar bin Khattab di sebelah barat laut
- Bab Abdul Majid di sebelah timur
- Bab Utsman bin Affan di sebelah timur laut
- Bab Abdul Majid di sebelah timur
- Bab Nisa di sepertiga tembok sebelah timur
Didalam mesjid terdapat empat mihrab yaitu :
- Mihrab Rasul di Raudhah di sebelah kiri mimbar. Ini dibuat di zaman Umar bin Abdul Aziz
- Mihrab Utsman di tembok Masjid sebelah selatan
- Mihrab Sulaimi (disandarkan kepada sultan Salim II)
- 4 Mihrab Tahajud dibelakang rumah Ali sebelah utara kamar Sayyidah Fathimah di luar kamar (maqshurah).
- Mihrab Majidi sebelah utara Dakkat al-Agwat
- Hanya kepada Allah kita memohon taufiq
Masjid Nabawi : Ziarah ke Makam Rasulullah di Madinah
Mengenai Ziarah ke makam Rasulullah Muhammad SAW, Qadhi Iyadh berpendapat bahwa hukumnya sunat muakkad sesuai izma dan merupakan keutamaan yang disukai.
Sebagian pengikut Imam Maliki dan golongan Zhahiriyah berpendapat bahwa hukumnya wajib, tetapi mereka tidak mampu mendatangkan dalil.
Untuk itu, sebagian kelompok Hambali berkata bahwa ziarah ke makam nabi muhammad saw tidak disyariatkan.
Ibnu Taimiyah pun berpendapat demikian dan sangat mengingkari perbuatan orang-orang awam yang mengelus-elus pagar besi seputar makam nabi muhammad saw dengan maksud memanggil Nabi Muhammad SAW dan memohon perlindungan darinya.
Selain itu, mereka juga mencium dinding-dinding sekitar makam. Para Ulama berkewajiban untuk menghapus perbuatan-perbuatan semacam itu.
Di samping itu, para penguasa pun berkewajiban untuk meniadakan kemungkaran-kemungkaran di Masjid Nabawi yang memancarkan cahaya petunjuk bagi semua umat.
Di masjid itu, Islam berkembang secara suci dan murni dari perbuatan-perbuatan bid’ah selama beberapa abad.
Yang lebih para lagi, di setiap lokasi dalam masjid yang anda kunjungi, anda akan berdesak -desakan dengan kaum wanita dari arah depan, belakang dan samping kanan kiri anda.
Di manakah terdapat penjagaan terhadap nilai-nilai Allah SWT di dalam masjid nabi, Rasul-nya yang tercinta, ini? Peristiwa itu hanya terjadi pada masa haji.
Terbuktilah bahwa tidak ada kesungguhan hati umat manusia (dalam menjaga nilai-nilai hukum islam).
Untuk itu, saya berpendapat bahwa setiap muslim yang menuju Madinah hendaknya berniat menziarahi Masjid Nabawi, karena ziarah ke situ dan shalat di dalamnya hukumnya sunat.
Bahkan, diperkuat dengan adanya hadist shahih berikut, bahwasanya Rasulullah bersabda, ” Tidak dianjurkan wisata ke masjid-masjid, kecuali tiga masjid : Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsa ” (HR. Tujuh Imam Hadist).
Hadist tersebut menjadi sumber perbedaan pendapat para ulama dalam menentukan hukum ziarah ke makam Rasulullah.
Seseorang yang berkunjung ke Madinah kemudian menziarahi makam Rasulullah, maka hal itu terjadi karena adanya ziarah ke Masjid Nabawi. Dia tidak akan menziarahi makam Rasulullah kalau tidak menziarahi Masjid.
Masjid Nabawi : Adab Menziarahi Makam Rasulullah di Madinah
Bila seorang muslim menziarahi makam Rasulullah Muhammad SAW, maka hendaknya dia memasuki Masjid pertama kali dengan kaki kanan, sebagaimana kesunatan itu dilakukan di masjid-masjid lain, sambil membaca doa masuk masjid.
Kemudian dia berjalan menuju Makam Rasulullah SAW sambil mengingat-ingat keutamaan-keutamaan beliau terhadap semua makhluk bumi.
Oleh Allah SWT, beliau dijadikan rahmat bagi semua umat manusia. Selain itu, seorang muslim hendaknya menanamkan kecintaan terhadapnya, pelaksanaan sunnahnya dan pengorbanan di jalan yang dibawa olehnya, agar dia dapat memperbarui keimanannya, membangkitkan jiwanya dan memperbanyak shalawat terhadap Rasulullah SAW.
Dari situ, seorang muslim akan menyucikan pakaiannya dan membaguskan doanya kepada Allah SWT agar dikabulkan dengan doa-doa yang diajarkan Rasulullah SAW.
Kalau bisa, dia shalat wajib di Masjid Nabawi itu sesuai waktu yang datang pada saat itu. Kalau tidak, setidaknya dia shalat Tahiyyatul Masjid di situ. Kalau bisa, dia shalat di sebelah kanan mimbar.
Itu pun kalau memungkinkan, karena tempat itu konon merupakan tempat berdiri Nabi Muhammad SAW sebelum diadakan perluasan.
Rasulullah SAW bersabda, ” Di antara rumahku dan mimbarku ini terletak di atas kolam surga itu ” (HR. Imam Malik, Bukhari, Muslim dan Tirmidzi yang men-shahihkannya).
Kemudian dia berjalan menuju Makam Rasulullah SAW tanpa kegaduhan dan tidak berdesak-desakan dengan wanita. Ketika dia menghadap ke dinding Makam dan membelakangi Kiblat, hendaklah membaca,
السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
” Wahai Nabi, semoga keselamatan rahmat dan barakah-barakah Allah terlimpah untukmu.”
Kemudian dia boleh juga menambahkan sesuai keinginannya, seperti, ” Hai makhluk Allah yang terbaik, pemuka orang-orang yang bertaqwa, pemuka para rasul dan pemberi syafaat bagi para pendosa, semoga keselamatan terlimpah untukmu “.